Notification

×

Iklan

Iklan

Gelombang Korea di Masa Pandemi COVID-19: Peluang Hegemoni Budaya Pop Asing di Indonesia

Selasa, 15 Desember 2020 | 19:15 WIB Last Updated 2020-12-15T12:15:20Z
Gelombang Korea  di Masa Pandemi
Kota Seoul, Korea Selatan. 

INTERNET memang menjadi tulang punggung di saat pandemic COVID-19, termasuk di Indonesia. Berdasarkan temuan Hidayat (2020), selama wabah COVID-19 di Indonesia, pengguna internet yang paling berpengaruh adalah Generasi Z, diikuti oleh X, Milenial atau Y, dan Baby Boomer. 

Sementara itu, selama pandemi, hal-hal yang paling sering dilakukan di Internet adalah bertukar pesan (86,5%), browsing (80,5%), mengakses media sosial (70,3%), video streaming (55,0%), mengirim Email (53,8%), dan Mengunduh (53,5%), di samping belanja online (44,6%), pembayaran online (40,4%), Internet Banking (33,7%), Transportasi Online (29,4%), game online dan pembelajaran (28,6 persen), konferensi video (25,3 persen), e-book dan e-reader (16,0 persen), dan lainnya (3,0%).

Berkorelasi dengan persentase di atas, jumlah 55% untuk video streaming selama pandemi adalah hal yang sangat logis. Lebih lanjut lagi terdapat fenomena menarik yang mana para penonton Indonesia memuncaki chart streaming online untuk drama Korea secara global, menurut Halidi dan Effendi (2020). 

Tampaknya tidak ada yang bisa menghalangi Hallyu atau Korean Wave di Indonesia. K-Pop, K-Drama, atau bahkan K-Indie Music yang sudah menjadi makanan pokok banyak orang Indonesia. Penggemar budaya pop Korea di Indonesia sangat berkembang pesat. Pandemi ini sekarang menjadi katalisator untuk itu, karena banyak orang Indonesia menuntut lebih banyak konten Korea ke layar mereka selama lockdown. 

Argumen ini tidak sepenuhnya salah. Rakhmat dan Tarahita (2020) bahkan berpendapat bahwa orang Indonesia menyumbang banyak pangsa pemirsa EXO dan Blackpink. Apalagi dalam statistik Layanan Streaming Musik Online Spotify (Damaledo, 2020), Indonesia menempati posisi kedua untuk streaming K-Pop secara global. 

Selain itu, untuk drama dan film Korea, Indonesia juga dapat dengan mudah mengaksesnya di situs web secara gratis dan layanan streaming video on demand. 

Adjie (2020) mengatakan bahwa berdasarkan data Lembaga Ilmu Ilmu Indonesia (LIPI), penonton drama Korea di Indonesia telah melonjak karena pandemi COVID-19 memungkinkan orang lebih banyak berdiam diri di rumah. Oleh karena itu, meningkatnya permintaan konten Korea di Indonesia sangat dapat dipahami.

Kemudian, menurut Suryanto (2020) operator Indonesia mencatat, sejak penerapan PSBB, data aktivitas streaming masyarakat meningkat sangat tinggi sebesar 193%. Peningkatan ini dibuktikan dengan penggunaan aplikasi streaming film, seperti Netflix, Viu, dan lainnya yang didominasi oleh pencarian film dari Korea. 

Seperti disampaikan oleh Mata (2020), Senior Executive Vice President Business and Customer Service di PLN, Yuddy Setyo Wicaksono, mengatakan bahwa permasalahan banyaknya pelanggan yang mengeluhkan kenaikan tagihan listrik disebabkan oleh peningkatan konsumsi pelanggan bersama dengan PSBB dan WSFH (Work and Study From home), salah satunya karena peningkatan konsumsi pelanggan yang mencari hiburan mulai dari menonton drama Korea (K-Drama) dan bermain game. Kemudian, salah satu tren belanja online selama PSBB adalah berbelanja produk perawatan pribadi yang terinspirasi dari atau langsung dari Korea. Bahkan sebelum lockdown, Wira (2020) mengatakan bahwa 57,6 persen orang Indonesia lebih menyukai produk perawatan kulit dari Korea Selatan.

Lebih lanjut, jika kita semua memutuskan untuk berbicara lebih banyak tentang paparan atau exposure, secara umum, pariwisata Indonesia juga perlahan-lahan kehilangan sentuhannya karena penggunaan konten asing sebagai tampilan utama lokasi wisata mulai meningkat. Misalnya, Onsen Resort buatan manusia di Malang, Mini Santorini di Yogyakarta, atau Korean Village di Bandung, sebenarnya memberikan tanda kepada otoritas Indonesia bahwa orang Indonesia sangat terglobalisasi (secara pragmatis dan subliminal) karena sangat terbatasnya konten lokal atau manifestasi budaya lokal Indonesia untuk digunakan secara komersial di seluruh sektor media dan industri.

Konsekuensinya, dari segi instrumen penyampaian konten, pemain lokal Indonesia juga tampak sedikit. Seperti yang diceritakan sebelumnya, jenis media yang digunakan untuk menyampaikan konten budaya Korea misalnya, ke tangan penonton Indonesia semakin beragam, mulai dari hardware seperti album, merchandise, atau bahkan kosmetik, hingga yang paling fenomenal, tentunya konten di internet. 

Tak hanya itu, orang Korea yang membuat konten di Indonesia juga memiliki jumlah yang cukup banyak. Orang-orang seperti Jang Han-Sol (Korea Reomit), Han Yu-Ra, dan Hari Jisun adalah antara lain. Internet bahkan dapat disebut sebagai media paling berpengaruh dalam globalisasi, termasuk untuk budaya Korea. Maka dari itu, pemerintah sudah seharusnya menggunakan internet untuk membantu mengembalikan marwah konten lokal Indonesia di rumahnya sendiri lebih masif lagi.

Darynaufal Mulyaman 
Dosen Prodi Hubungan Internasional Universitas Kristen Indonesia

*tulisan ini dibantu oleh Natan Harefa dan Kevin Briliandy sebagai pendata. 
×
Berita Terbaru Update