Notification

×

Iklan

Iklan

Memahami Ambang Batas dalam Pemilu Indonesia

Minggu, 05 April 2020 | 14:34 WIB Last Updated 2020-09-25T18:49:02Z
Ilustrasi Pemilu. 

BININTA.COM - Dalam Pemilihan Umum (Pemilu) dikenal istilah ambang batas (threshold). Secara sederhana, ambang batas atau threshold dapat diartikan sebagai batas minimal dukungan yang diperoleh untuk mendapatkan hak politik tertentu.

Threshold dapat dibedakan berdasarkan jenisnya. Sejauh ini, dikenal tiga jenis ambang batas yang diterapkan dalam Pemilu di Indonesia, yaitu Ambang Batas Peserta Pemilu (Electoral threshold), Ambang Batas Parlemen (Parliamentary Threshold) dan Ambang Batas Pencalonan Presiden (Presidential Threshold).

Ambang Batas Peserta Pemilu (Electoral Threshold)


Electoral threshold adalah batas syarat minimal yang harus diperoleh partai politik untuk bisa mengikuti pemilu berikutnya.

Electoral threshold dikenal sejak pemilu 1999 dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum pasal 39 ayat 3 yang menyebutkan bahwa untuk dapat mengikuti Pemilihan Umum berikutnya, Partai Politik harus memiliki sebanyak 2% dari jumlah kursi DPR atau sekurang-kurangnya 3 persen jumlah kursi DPRD I dan DPRD II.

Ambang batas ini kemudian meningkat masing-masing 1% pasca dikeluarkannya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 dimana pada pasal 9 menyebutkan bahwa Partai Politik dapat mengikuti pemilu berikutnya apabila memperoleh minimal 3% jumlah kursi DPR dan 4% jumlah kursi DPRD Provinsi dan 4% DPRD Kabupaten/Kota.

Dengan demikian, dalam electoral threshold, partai yang tidak memenuhi ambang batas akan tereliminasi dan tidak dapat mengikuti pemilu berikutnya.

Apakah Electoral Threshold pernah diterapkan pada Pemilu Indonesia?


Iya, ambang batas ini pernah diberlakukan bagi partai-partai peserta pemilu 2004 untuk bisa ikut serta dalam Pemilu 2009. Jadi pada Pemilu 2009, partai politik yang ikut serta adalah partai politik yang memenuhi besaran ambang batas yang dijelaskan di atas.

Ambang Batas Parlemen (Parliamentary Threshold )


Ambang batas parlemen atau Parliamentary Threshold adalah ambang batas persyaratan minimal yang harus diperoleh partai politik untuk mendapatkan kursi di parlemen (Hanta Yuda, 2010).

Parliamentary Threshold adalah perubahan dari Electoral Threshold. Perbedaannya adalah pada batas minimal perolehan suara.

Pada pemilu yang menerapkan electoral threshold, Partai Politik harus mendapatkan batas minimal perolehan suara yang ditentukan untuk mengikuti pemilu berikutnya, sedangkan parliamentary threshold lebih menitikberatkan pada pemilu yang sedang atau akan dilaksanakan dan semua partai yang resmi terdaftar dan memenuhi syarat bisa ikut serta.

Selain itu, sejak diberlakukan pada Pemilu 2009, parliamentary threshold hanya berlaku bagi penentuan perolehan kursi di DPR dan tidak untuk DPRD di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Hal ini berbeda dengan electoral threshold yang menetapkan batas minimum bagi perolehan suara partai untuk semua tingkatan pemilihan.

Pada pemilu 2009, ambang batas perolehan suara partai adalah sekurang-kurangnya 2,5% dari jumlah suara sah secara nasional. 

Hal ini mengacu pada pasal 202 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 sedangkan pada Pemilu 2014, dengan merujuk pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012, ambang batas parlemen ditetapkan sebesar 3,5% dari jumlah sah suara nasional (suara setiap partai politik secara nasional).

Kemudian, ambang batas Pemilu 2019, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, meningkat dari sebelumnya menjadi 4%. Pada pasal 414 disebutkan bahwa Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4% (empat persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR. 

Konsekuensi dari tidak terpenuhinya ambang batas ini adalah partai tidak dapat menempatkan perwakilannya di DPR.

Misalnya dalam Pemilu 2019, terdapat beberapa partai yang tidak dapat mencapai 4 persen suara nasional. Seberapa banyak pun total suara caleg dari partai-partai tersebut, apabila total suara partai secara nasional tidak memenuhi ambang batas, maka tidak akan ada perwakilan partai di DPR. 

Namun, partai yang tidak lolos ambang batas parlemen masih bisa menempatkan perwakilannya di DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Ambang Batas Pencalonan Presiden (Presidential Threshold)


Ambang batas pencalonan Presiden atau Presidential Threshold adalah batas minimal perolehan suara sah secara nasional partai politik atau gabungan partai politik di DPR untuk dapat mengusulkan pasangan calon dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 disebutkan bahwa Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.

Berdasarkan Undang-undang tersebut, maka pencalonan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia tahun 2019 diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik (koalisi) yang lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold) pada pemilu sebelumnya.

Misalnya dalam Pemilu 2019 terdapat dua pasangan calon, yaitu Joko Widodo yang berpasangan dengan KH. Maaruf Amin dan Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Sandiaga Uno. 

Masing-masing didukung oleh partai politik yang lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold) pada tahun 2014, sehingga masing-masing pasangan calon mendapatkan tiket pencalonan. Jokowi-Maaruf Amin didukung oleh PDIP (18,95%), Golkar (14,75%), PKB (9,04), Nasdem (6,72%), PPP (6,32%), Hanura (5,26%), sehingga total dukungan berdasarkan perolehan kursi adalah sebesar 61,04%.

Sementara itu, Prabowo-Sandiaga Uno memiliki dukungan perolehan kursi parlemen sebesar 36,38%, yang terdiri dari partai Gerindra (11,81%), Demokrat (10,19%), PAN (7,59%) dan PKS (6,79%).

Sejak pemilu 2004, besaran ambang batas selalu mengalami perubahan yang beriringan dengan terbitnya Undang-undang Pemilu yang baru. Mari kita tunggu bersama berapa kira-kira besaran Parliamentary Threshold dan Presidential Threshold pada Pemilu 2024.


Referensi:

--Hanta Yuda AR, Presidensialisme Setengah Hati : Dari Dilema ke Kompromi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010.
--Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
--Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
--Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perkalian Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
--https://www.kpu.go.id/

Penulis: Sandra Refli Medawo
Editor: Redaksi (Red02)
×
Berita Terbaru Update