Notification

×

Iklan

Iklan

Melek Kehidupan dengan Seni Mencintai Ala Erich Fromm

Rabu, 16 September 2020 | 20:00 WIB Last Updated 2020-09-16T13:01:40Z
Vuan Maharani. 

MENCINTAI merupakan sifat dasar manusia. Meski begitu tidak berarti cinta dianggap penting bagi manusia modern. 

Orang-orang lebih tertarik memenuhi posesi, kepuasan, prestise, dan kesuksesan. Mencintai dianggap sebagai suatu naluri yang datang dengan sendirinya sehingga tak butuh diusahakan. 

Kita memandang cinta hadir bergantung pada objek dan bukan sebuah aktivitas yang perlu diusahakan datang dan bertahannya. Sehingga yang penting adalah bagaimana menemukan objek yang pas. 

Cinta dianggap sebagai perasaan yang memuncakkan rasa di awal dan selalu berakhir dengan kebosanan hingga berakhirnya hubungan, sehingga orang-orang menganggap cinta hanyalah kesenangan sesaat. 

Entah dalam hal seksualitas atau permainan perasaan. Meski begitu, kita pun harus jujur bahwa sebetulnya kita lapar akan rasa cinta. Kita menghayati lagu-lagu cinta, patah hati, harapan. 

Kita menangis menonton film-film romantisme dan berharap hal sama terjadi pada kita. 

Kita ingin menjadi seseorang yang dicintai, namun yang sebetulnya kita sembunyikan bahwa kita takut mencintai. Kita takut menaruh kepercayaan dan harapan pada orang lain. 

Kita menutup pintu hati kita untuk berprasangka baik dengan persangkaan buruk. kita adalah produk mesin berakal yang mencari makna hidup di tengah-tengah dunia yang penuh keterasingan. 

Erich Fromm sebenarnya mengomentari perkembangan sosial yang terjadi akibat berkembangnya sistem ekonomi baru yakni kapitalisme di tengah-tengah masyarakat Barat pada waktu itu. 

Buku Seni Mencintai karya Erich Fromm.

Sistem ini tidak hanya mempengaruhi perniagaan, bernegara, melainkan juga ikut mengubah karakter manusia. Kehidupan berubah menjadi kegiatan produksi dan konsumsi demi memenuhi kepuasan, dimana segala sesuatunya harus memiliki nilai tukar yang laku di pasaran, termasuk pasar kepribadian. 

Manusia modern telah mengubah dirinya menjadi komoditas, ia menghayati kekuatan hidupnya sebagai investasi yang dengannya ia harus mendapatkan keuntungan tertinggi. 

Ia telah terangsingkan atau kita mesti jujur mengasingkan diri dari dirinya, sesamanya dan alam. Kita melihat kehidupan sebagai sebuah usaha untuk menghasilkan keuntungan materi. Sebagaimana pada begitu banyak aspek lain, nilai-nilai manusia semakin ditentukan oleh nilai-nilai ekonomi. 

Kehidupan modern atau lebih tepatnya kapitalisme, materialisme, dan sekulerisme ini membawa kemunduran pada konsep penyembahan tentang Allah. 

Dapat kita lihat dengan mudah, orang-orang gelisah, tanpa prinsip atau iman, mereka mendapati dirinya tanpa tujuan kecuali hanya terus maju. Ataupun mari kita ambil contoh dengan menyebut “Muslim Kapitalis”. 

Kita mengimani adanya Tuhan di atas sejadah namun hakikatnya di kehidupan sehari-hari, kita justru memisahkannya dengan agama. Kita bersungkur kepada Allah untuk mendapatkan dunia dan lupa berbuat di dunia karena Allah, karena kita sebagai seorang manusia, seorang khalifah, pemelihara alam semesta. 

Kehidupan sehari-hari secara tegas dipisahkan dari nilai-nilai agama. Semuanya dicurahkan untuk usaha mencapai kesenangan material dan demi keberhasilan di pasar kepribadian. 

Dalam kebangkitan agama dewasa ini, kepercayaan pada Allah berubah menjadi alat psikologi untuk membuat seseorang menjadi lebih baik dan siap untuk pertarungan kompetitif. 

Seni mencintai yang dimaksud oleh Erich Fromm bukanlah terpaku pada cinta romantisme atau erotis, namun ia juga menjelaskan cinta secara umum, yakni cinta kepada diri, kepada Tuhan, kepada orang tua atau keluarga, kepada sesama dan kepada pasangan. Ia mengelupas satu persatu akar permasalahan pikiran yang selama ini hidup dalam diri kita dan sosial. 

Ia juga mengurai masalah eksistensi kita sebagai seorang manusia sehingga sangat membantu sekali agar kita lebih mengenal diri kita ini sebagai seorang manusia, ciptaan Tuhan dan bagian dari alam. 

Meskipun buku ini telah berumur 64 tahun namun masih relevan dengan masa sekarang. Erich Fromm melalui bukunya ingin menyadarkan kita bahwa hidup bukan hanya tentang uang, kekuasaan, standar sosial, melainkan kedamaian, ketenangan dan kebahagiaan. 

Sekalipun sistem kehidupan kapitalisme mengubah karakter manusia kita tetaplah masih manusia. Ciptaan Tuhan yang selalu membutuhkan cinta dan kasih sayang. 

Sayangnya di zaman ini kita justru takut menunjukkan cinta kita, mengawali usaha untuk saling mencintai. Sebab kita lebih menuntut untuk dicintai. 

Bagi Erich Fromm solusi bagi masalah eksistensi manusia adalah cinta.

Penulis

Vuan Maharani
Mahasiswa Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. 
×
Berita Terbaru Update